Sistem Pendidikan Inklusi
Sunday, September 28, 2014
Sistem Pendidikan Inklusif (Rahasia sukses dalam menjalankan program inkulsif)
Harus diakui pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya manusia yang unggul dan kompetitif dalam upaya menghadapi tantangan perubahan dan perkembangan zaman yang semakin meningkat tajam. Untuk mencapai tujuan idealisme pendidikan, tentu diperlukan komitmen dalam membangun kemandirian dan pemberdayaan yang mampu menopang kemajuan pendidikan dimasa depan.
Namun, dalam pelaksanaan tujuan idealisme pendidikan tersebut seharusnya pemerintah dapat meratakan hak pendidikan bagi setiap anak diseluruh hamparan pulau Indonesia ini. Pemerataan ini sangatlah penting untuk membangun dan mengembangkan Negara menuju Negara yang independent, akan tetapi hal tersebut tidak lah mudah untuk dilakukan jika tidak adanya kerjasama antara masyarakat dengan kepemerintahannya, kerjasama/ team work ini bukanlah suatu bentuk kerjasama dalam hal untuk memperbanyak koruptor akan tetapi sebaliknya berbagi akan pengalaman, membuat aturan- aturan yang bersifat konvensional dan berkurangnya “resistensi” agar dapat menjalankan program, baik itu dalam hal pendidikan maupun dalam hal pengembangan ekonomi Negara ini.
Ketidakadilan dalam memperoleh pendidikan yang layak, membuat beberapa kelompok terlihat jauh tertinggal dengan sebagian kelompok yang lain. Sebagai contoh: masyarakat dikota akan selalu merasa hebat karena mereka lebih mendapat perhatian dalam hal pengembangan kurikulum, sarana prasarana untuk menunjang penidikan dibandingkan dengan orang yang tinggal didesa yang hanya memperoleh pendidikan yang seadanya, dilihat dari sarana prasaran penunjang mutu pendidikan desa lebih jauh tertinggal dibandingkan kota. Persoalan pendidikan yang tidak merata ini merupakan suatu permasalahan yang perlu mendapatkan solusi dari pemerintah dan berbagai elemen- elemen dari masyarakat agar Indonesia menjadi lebih baik.
Kesempatan untuk memperoleh pendidikan bagi setiap anak Indonesia merupakan hak dasar yang harus dipenuhi Negara sebagai pemegang kendali segala kebijakan dan berkewajiban untuk merangkul semua anak dari berbagai kalangan, tidak terkecuali bagi anak yang memiliki hambatan/ kebutuhan khusus. Dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang- Undang No 2tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab III ayat 5 dinyatakan bahwa setiap warga Negara mempunyai kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidiakan , termasuk warga Negara yang memiliki kesulitan belajar, seperti kesulitan membaca (disleksia), menulis (disgrafia) dan menghitung (diskalkulia), maupun menyandang ketunaan (tunanetra, tunarungu, tungrahita, tunadaksa dan tunalaras). Hal ini menunjukkan bahwa anak yang mengalami hambatan/ kebutuhan khusus berhak pula memporoleh pendidikan yang layak sebagaimana anak yang lainnya (anak normal).
Pendidikan inklusif ini sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 1990 dengan nama EFA (education for all). Di Indonesia diberi nama PUS (pendidikan untuk semua). Pada saat EFA atau PUS ini belum semua anak yang dapat bergabung di sekolah regular dengan kata lain belum semua anak dengan hambatan dapat bersekolah seperti anak lainnya, kemudian muncullah SALAMANCA STATEMENT tahun 1994, dicetuskannya program pendidikan ini dikota Salamanca (Spanyol), program inilah yang pertama kali berbicara tentang inclusive education. Pernyataan Salamanca (1994) dan Kerangka Aksi Dasar (1997) paragraph 4 menyatakan bahwa inclusive education seeks to address the learning needs of all children, youth and adults with a specific on those who are vulnerable to marginalization and exclusion (UNESCO: 2006). Pernyataan ini jelas memberikan gagasan tentang betapa pentingnya membangun kesadaran kepada anak berkebutuhan khusus melalui pendidikan inklusif yang berupaya memperjuangkan hak- hak mereka agar tidak selalu termarginalkan dalam lingkungan mereka tinggal.
Itu sedikit dari saya tentang filosofi pendidikan inklusif, akan tetapi yang perlu kita perbaharui dan dikembangkan adalah upaya atau system agar pendidikan inklusif ini dapat memberikan layanan yang baik untuk anak dengan hambatan dan memberikan kenyamanan untuk anak normal yang tergabung dalam suatu system yang berupa kelas. Disini akan saya coba menjabarkan komponen/ system dalam pendidikan inklusif adalah sebagai berikut:
1.Fleksibilitas kurikulum
Menurut S. Nasution didalam Mohammad Takdir Ilahi (2013), kurikulum merupakan salah satu komponen penting pada lembaga pendidikan formal yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan isi pengajaran, mengarahkan proses mekanisme pendidikan, tolak-ukur keberhasilan, dan kualitas hasil pendidikan. Dengan kata lain, kurikulum adalah alat untuk mengatur, membatasi, dan memberi petunjuk untuk suatu lembaga pendidikan formal dalam menyampaikan tujuan pembelajaran dan aspek- aspek dalam ilmu pengetahuan dan karakter untuk mencapai tujuan idealisme pendidikan.
Fleksibelitas kurikulum sebagai komponen pendidikan inklusif adalah kurikulim itu dapat:
- Di duplikasi
- Di adaptasi
- Di omisi
- Di substitusi
Pemfleksibelan kurikulum ini bertujuan untuk dapat memberikan pelayanan terbaik kepada peserta didik dengan keanekaragaman kemampuan didalam satu kelas. Sebagai contoh: didalam kelas 4 SD terdapat 30 siswa dan 5 diantaranya anak yang mempunyai hambatan. Saat itu kelas 4 itu belajar tentang air, anak- anak yang normal mempunyai topik “air termasuk zat apa?”, “apa sifat- sifat air?”, akan tetapi 5 orang anak yang mempunyai hambatan ini belum tentu dapat berpikir abstrak seperti anak- anak yang lainnya, akan tetapi guru tetap memberikan tema yang sama yaitu “air”, namun dengan bobot materi yang berbeda, misalnya anak yang mempunyai hambatan belajar cara memindahkan air dengan spon. Ini merupakan fleksibelitas kurikulum dalam pendidikan inklusif.
2.Tenaga Pendidik
Faktor penentu keberhasilan pendidikan inklusif yang tidak kalah pentingnya adalah adanya tenaga pendidik atau guru yang professional dalam bidangnya masing- masing. Untuk sama- sama kita ketahui, tenaga pendidik untuk membangun pendidikan inklusif ini bukan hanya dari satu keprofesionalan saja merka tergabung didalamnya pendidik umum, pendidik khusus, dan psikolog sekolah. Sebelum sekolah tersebut menerima anak yang mempunyai hambatan hendaknya semua yang berkaitan dengan system sekolah harus dirubah sefeleksibel mungkin tanpa meninggkan kualitas program untuk peserta didik yang normal. Dalam hal ini yang harus dirubah adalah:
- Kerjasama antara pendidik umum, pendidik khusus, dan psikolog sekolah dalam mengasesmen anak (menemukan bakat anak), dalam penyusunan IEP (individualized education program), bagaimana strategi belajar, menentukan fleksibilitas kurikulum untuk anak dengan hambatan.
- Berinteraksi dengan seluruh siswa dengan cara yang sama, namun bobot materi yang berbeda.
- Selalu mempersiapkan bahan ajar tidak on the spot, berusalah untuk menyiapkan bahan ajar sehari sebelum diberikan, menimbang karena adanya keanekaragaman kemampuan anak didalam satu kelas.
- Kekonsistenan perlakuan yang diberikan kepada peserta didik baik itu dari pendidik umum, khusus, psikolog sekolah dan steakholder dari berbagai elemen yang ada disekolah.
3.Input peserta didik
Kemampuan awal dan karakteristik siswa menjadi acuan utama dalam mengembangkan kurikulum dan bahan ajar serta penyelenggaraan proses belajar mengajar di sekolah inklusif. Implikasinya antara lain perlu dipikirkan: siapa input siswanya, appakah semua peserta didik berkelainan dapat mengikuti kelas regular bercampur dengan anak lainnya (anak normal)? Bagaimana identifikasinya?, apa alat identifikasi yang digunakan? Siapa yang terlibat dalam identifikasi?
Harus diakui peserta didik menjadi komponen penting dalam proses pelaksanaan pendidikan inklusif. Dalam setiap pelaksanaan pembelajaran, peserta didik diatur sedemikian rupa agar mereka dapat ikut serta merealisasikan tujuan pendidikan sesuai kebutuhan zaman.
Dilembaga pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan inklusif sangat berbeda dengan sekolah lainnya, karena terdapat tim pembantu penyelenggara inklusif dari berbagai bidang disiplin ilmu, untuk mengidentifikasi anak kita dapat memperoleh pada saat anak datang disekolah dan dapat memberikan berbagai bentuk kecakapan dalam hal menulis, membaca dan berhitung, kita dapat mengumpulkan informasi dari teman sebayanya, pada saat dia belajar, atau bertanya langsung kepada orang tua. Identifikasi ini sangatlah penting dilakukan agar guru dapat merumuskan program individual untuk anak dan dapat memberikan input sesuai kebutuhan anak, sehingga interaksi social anak dengan temannya dan lingkungan disekolah dapat berjalan dengan baik.
Itulah sedikit tips- tips untuk dapat menjalankan program pendidikan inklusif dengan baik disebuah lembaga pendidikan, semoga bermanfaat ya…..
Author: Yulvia Sani / Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung
Author: Yulvia Sani / Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung